Pada hari Minggu malam jam
23.00, tgl 8 Maret 1942 radio NIROM (Nederlandsch Indische Radio Omroep
Maatschappij) yang memancarkan gelombangnya melalui stasiun darurat di
Ciumbuluit untuk terahir kalinya menyiarkan siarannya kedunia bebas. Penyiar
Bert Garthoff sempat menyampaikan salam terahir : “Wij sluiten nu. Vaarwel, tot
betere tijden. Leve de Koningin !” yang artinya : “Kami tutup siaran ini
sekarang, selamat berpisah, sampai berjumpa kembali diwaktu yang lebih baik.
Hidup Sri Ratu !” Beberapa jam sebelumnya, pada hari Minggu sore jam 17.15
memang telah terjadi peristiwa besar yaitu Kapitulasi Belanda kepada Jepang
bertempat dilapangan terbang militer Kalijati Subang. Semua kejadian ini
merupakan kelanjutan serangan Jepang ke Asia Tenggara dalam rangka Perang
Pasifik yang mereka namakan “Perang Asia Timur Raya” atau “Dai Toa Shenso”.
Sejak serangan ke Pearl
Harbor tgl 7 Desember 1941, pukulan ke Selatan kekuatan militer Jepang
selanjutnya nampaknya tidak banyak mengalami hambatan. Dalam waktu singkat, Bastion
Inggris yaitu Hongkong dan Singapura segera jatuh. Demikian pula Filipina
sebagai benteng Amerika dan terahir Hindia Belanda yang merupakan Imperium
Kerajaan Belanda. Kekuasaan militer Barat nampak dengan mudah menjadi
bulan-bulanan pasukan kate dari Utara ini. Dan yang paling tragis adalah
kekuasaan militer sekutu ABDA (American, British, Dutch dan Australia) di Jawa
dengan mudah dipatahkan dalam waktu 5 hari saja. Sebenarnya Komando ABDA
(ABDACOM) pada sekitar pertengahan Februari 1942 sudah dibubarkan yang kemudian
disusul perginya Laksamana Sir Archibald Wavell selaku pimpinan ABDA.
Selanjutnya kekuatan sekutu lainnya berada dibawah pimpinan Panglima tertinggi
militer Belanda. Sebagaimana konstitusi, yang menjadi Panglima tertinggi adalah
Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Dalam perkembangan selanjutnya dimana
peperangan telah dimenangkan Jepang diberbagai tempat dan mereka sedang menuju
Jawa, pada tgl 4 Maret 1942 pimpinan tertinggi militer Hindia Belanda, telah
diserah terimakan kepada Panglima KNIL, Let.Jen Terporten. Oleh karena itulah
dalam Kapitulasi Kalijati, bertindak sebagai penyerah kekuasaan dari pihak
Belanda pada saat itu adalah Panglima tentara sekutu di Hindia Belanda, Let.Jen
Terporten. Sedangkan dari pihak Jepang sebagai penerima adalah Let.Jen Hithoshi
Immura, panglima tentara ke 16 kerajaan Jepang yang ditugaskan di Pulau Jawa.
Pada hari ini (tgl 8 Maret 1942) tidak begitu banyak yang dibicarakan terutama
karena pertemuan resmi baru terjadi setelah hampir jam 18.00. Tetapi yang pasti
pernyataan menyerah terjadi pada tgl 8 Maret 1942. Hari tersebut sungguh berat
bagi kelompok Belanda. Apalagi petinggi Hindia Belanda ini baik sipil maupun
militer termasuk Gubernur Jenderalnya disuruh menunggu sejak pagi hari karena
harus menanti tibanya Let.Jen Imamura yang terlambat dan baru tiba pada jam
17.00 di Kalijati.
Mereka mengalami tekanan
fisik dan mental tanpa diberikan makanan serta sempat mengalami derasnya hujan
yang terjadi menjelang sore hari. Esok harinya Senin tgl 9 Maret 1942, jam 6.00
pagi NIROM ternyata masih membuka siarannya dengan lagu kebangsaan “Wilhelmus”.
Kemudian pada jam 6.30 dilanjutkan dengan pengumuman resmi pemerintah yang
disampaikan oleh seorang perwira tinggi dari staf Jenderal atas nama Panglima,
tentang “ penghentian perang dan penyerahan militer”. Masih dikumandangkannya
lagu Wilhelmus sampai tanggal 18 Maret 1942 ternyata berbuntut panjang. Pihak penguasa
Jepang menganggapnya sebagai pembangkangan yang berakibat ikut campurnya pihak
Kempe Tai (polisi militer). Sejumlah petugas radio ditangkap dan sebagian dari
mereka atas perintah Imamura dipancung kepalanya dengan Samurai di Ancol,
termasuk kepala siaran umum P.Kusters. Tgl 9 Maret perundingan dilanjutkan
tampa turut sertanya Gubernur Jenderal, Perundingan ditutup dengan
penandatanganan pernyataan kekalahan perang oleh pihak Belanda mewakili pasukan
sekutu di Indonesia. Ada misteri tentang peristiwa besar ini. Pihak Jepang
membuat pernyataan yang bisa dibaca dalam memoir Jenderal Imamura bahwa
disamping dukumen kekuatan sekutu di Indonesia, sempat ditandatangani protocol
Kapitulasi atau penyerahan dari Belanda kepada Jepang. Tapi pihak Belanda
menyangkal hal tersebut, seolah penyerahan total secara tertulis tidak pernah
terjadi. Apalagi menjelang berahirnya kekuasaan Jepang pada tahun 1945, banyak
sekali dokumen-dokumen yang dibakar. Mungkin dokumen itu terdapat didalamnya. Gubernur
Jenderal Mr A.W.L Tjarda van Starkenborgh nampaknya tidak terlibat langsung
dalam Kapitulasi ini karena disini terjadi semacam tipu muslihat politik yang
menggambarkan seolah-olah Pemerintah Hindia Belanda tidak pernah menyerah
kepada Jepang. Apa yang terjadi di Kalijati semata-mata hanya penyerahan fihak
militer sekutu saja yang diwakili Let.Jen Terporten. Hal ini cukup beralasan
karena 3 hal. Yaitu perintah dari Sri Ratu Belanda agar Hindia Belanda tidak
menyerah. Yang kedua sejak tanggal 4 Maret 1942 Gubernur Jenderal tidak lagi
menjabat Panglima Tertinggi Angkatan Perang Hindia belanda, dan yang ketiga
antara tgl 5-7 Maret, sejumlah pimpinan Pemerintahan Hindia Belanda yang
diketuai Letnan Gubernur Jenderal van Mook telah hijrah ke Australia.
Mereka mendirikan
Pemerintahan Hindia Belanda dalam pengasingan, tepatnya dikota Brisbane, Namun
dalam perundingan di Kalijati tgl 8 Maret 1942, pihak Jepang tidak mau tau apa
yang terjadi di Hindia dan menganggap secara defakto maupun dejure Imperium
Nederland di timur jauh ini sudah takluk kepada Kekaisaran Jepang. Mungkin saja
sebagai ahli hukum, Starkenborgh menganggap pemerintahan sipil dapat berjalan
terus dibawah kekuasaan militer Jepang, tapi itu hanya mimpi sejenak disiang
bolong. Setelah hampir sebulan lamanya mengalami tahanan rumah, Pada tgl 6
April 1942 malam hari Starkenborg bersama seluruh stafnya diangkut dan
dipenjara dirumah tahanan “Soekamiskin”. Sebuah penjara kolonial yang pernah
memenjarakan Ir Soekarno. Dan 11 hari kemudian, pada tanggal 17 April rombongan
tawanan para pemimpin Pemerintah Hindia Belanda dibawa ke Batavia dimana mereka
dibagi dua. Para anggota militer ditawan di battalion X (jl Kwini sekarang) dan
yang sipil ditawan dipenjara Struyswijck (penjara Salemba). Starkenborgh
termasuk yang ditawan di battalion X. Menjelang ahir perang (tahun 1944)
dirinya dievakuasi dari Jawa dan secara rahasia ditawan di Manchuria sampai dibebaskan
pasukan Amerika Serikat pada tahun 1945. Dokumen tertulis mengenai peristiwa
Kapitulasi Belanda kepada Jepang pada tanggal 8 dan 9 Maret 1942 dilapangan
Kalijati Subang hampir tidak pernah ditemui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar